Meskipun tidak secara eksplisit diuraikan dalam Al-Quran, konsep asuransi dalam Islam memiliki dasar hukum yang diambil dari beberapa ayat dan hadis, menunjukkan bahwa prinsip dasar asuransi dapat diterima dalam kerangka syariah Islam. Tiga dasar hukum utama yang menjadi landasan adalah Surat Al-Maidah ayat 2, Surat An-Nisaa ayat 9, dan hadis dari Abu Hurairah yang menyatakan bahwa melepaskan kesulitan dari seorang Muslim di dunia akan dijawab dengan pembebasan kesulitan pada hari kiamat. Dalam artikel ini akan membahas kapankah asuransi diperbolehkan dalam islam dan kapan dilarang jelaskan.
Baca juga: Al Waqiah Dibaca Kapan? Ini Saat yang Tepat Membacanya
Hukum Asuransi dalam Islam:
- Dasar Hukum Asuransi dalam Al-Quran dan Hadis
a. Surat Al-Maidah ayat 2 menekankan pentingnya tolong-menolong dalam kebajikan dan takwa, serta melarang tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
b. Surat An-Nisaa ayat 9 memberikan peringatan agar orang-orang yang meninggalkan anak-anak yang lemah tetap bertakwa kepada Allah.
c. Hadis dari Abu Hurairah menunjukkan pentingnya menolong sesama Muslim dari kesulitan.
Dari ketiga dasar hukum ini, dapat disimpulkan bahwa asuransi dalam Islam diperbolehkan jika tujuannya adalah tolong-menolong dan tidak mengandung unsur riba atau hal-hal yang dilarang dalam Islam.
- Hukum Asuransi Menurut Fatwa MUI dan Peraturan Menteri Keuangan
a. Fatwa MUI No 21/DSN-MUI/X/2001 memberikan pedoman umum asuransi syariah.
b. Fatwa MUI No 51/DSN-MUI/III/2006 tentang akad mudharabah musytarakah.
c. Fatwa MUI No 52/DSN-MUI/III/2006 tentang akad wakalah bil ujrah.
d. Fatwa MUI No 53/DSN-MUI/III/2006 tentang akad tabarru.
e. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 tentang prinsip dasar penyelenggaraan usaha asuransi dan usaha reasuransi dengan prinsip syariah.
Semua dasar hukum ini menegaskan bahwa asuransi syariah diperbolehkan selama tidak melibatkan unsur riba, judi, dan gharar, dan mematuhi prinsip-prinsip syariah.
- Hukum Asuransi dalam Islam Salaf
Menurut Rumaysho, kapankah asuransi diperbolehkan dalam islam dan kapan dilarang jelaskan jika mengandung unsur riba, judi, gharar, dan sejenisnya. Asuransi juga dianggap dilarang jika menggantikan tawakal dan berserah diri kepada Allah. Namun, asuransi menjadi diperbolehkan jika hanya mengandung akad tabarru’ atau tolong-menolong murni tanpa unsur komersil.
Kesimpulan Kapankah Asuransi Diperbolehkan dalam Islam dan Kapan Dilarang Jelaskan
Dari dasar-dasar hukum asuransi dalam Islam, dapat disimpulkan bahwa asuransi diperbolehkan jika tujuannya adalah tolong-menolong dan tidak melibatkan unsur riba, judi, dan gharar. Asuransi yang mematuhi prinsip-prinsip syariah, seperti yang dinyatakan dalam fatwa MUI dan peraturan Menteri Keuangan, dapat menjadi sarana perlindungan yang sah dan sesuai dengan nilai-nilai Islam. Namun, perlu diingat bahwa akad tabarru’ harus menjadi fokus utama agar asuransi tetap sesuai dengan prinsip solidaritas dan tolong-menolong dalam Islam.